Dengan metode komunikasi massa yang brilian, cerita wayang khususnya
wayang kulit disusupi, diubah dan dikembangkan oleh para wali
sedemikian rupa sehingga bernafaskan Islam.
Pusaka terhebat dalam kisah pewayangan adalah Jamus Kalimasada
atau Dua Kalimat Syahadat.
Empat pendamping atau punakawan para ksatria yang amat sakti,
diberi penafsiran baru dari bahasa Arab yang mengandung makna filosofis tinggi, yaitu:
1. Semar, berasal dari bahasa Arab simaar yang berarti paku.
Ini dimaksudkan bahwa kebenaran agama Islam kokoh, kuat, sejahtera
bagaikan paku yang sudah kokoh tertancap, simaaroddunyaa.
2. Petruk, dari kata fat-ruk artinya tinggalkanlah. Fat-ruk kullu man siiwalloohi,
tinggalkanlah segala apa yang selain Alloh.
3. Gareng, dari kata naa la qorii.
Nala Gareng dimaksudkan mencari kawan sebanyak banyaknya.
Kembangkanlah silaturahmi dan dakwah.
4. Bagong, dari kata baghoo artinya lacut atau berontak, yaitu keberanian untuk
memberontak terhadap segala sesuatu yang salah dan zholim.
Sementara itu kata dalang, yaitu tokoh yang memainkan cerita dan wayang
juga diberi makna yang berasal dari bahasa Arab dalla,
artinya menunjukkan ke jalan yang benar.
Man dalla alal khoyr ka fa ‘ilayhi yaitu barang siapa bersedia menunjukkan
kepada jalan yang benar atau ke arah kebajikan, maka pahalanya seperti orang
yang berbuat kebajikan itu sendiri (Hadis Bukhori).
Dengan ruh keislaman antara lain seperti gambaran di atas, kemudian dikarang
cerita wayang khusus untuk berdakwah yang tidak ditemukan dalam babon induknya
dari India yaitu Mahabarata dan Ramayana.
Cerita-cerita khas dakwah itu antara lain Dewa Ruci (pelajaran tentang tarekat dan hakikat),
Jimat Kalimasada, Petruk Jadi Ratu, Pandu Pragola,
Semar Ambarang Jantur dan Mustaka Weni.
Dengan cerita-cerita tersebut para dalang, pada mulanya adalah Sunan Kudus
dan Sunan Kalijaga dua dari wali sembilan, dengan mengenakan baju model baru
yang disebut baju taqwa yang kita kenal dan pakai sampai sekarang,
disertai para penabuh gamelan berdakwah keliling pulau Jawa.
Yang sangat istimewa, selama memainkan wayang, jika malam hari berlangsung
tanpa henti dari segera sehabis Isya sampai menjelang Subuh, mereka harus senantiasa
dalam keadaan berwudhu, tidak boleh menanggung hadas.
Sumber : http://www.kurniafm.com/
0 komentar:
Posting Komentar